Wednesday, July 04, 2007

Negara Mengajak Kita untuk Lupa

Bingkai, VHR Radio

Negara Mengajak Kita untuk Lupa
22 Mei 2007 - 11:47 WIB

Ia pernah menjadi korban penculikan. Juga pernah menjadi asisten reporter televisi Belanda, NOS. Namun pekerjaan itu ditinggalkan dan memilih memimpin Ikatan Keluraga Orang Hilang Indonesia. Bertahun-tahun Mugiyanto kampanye agar pelaku penculikan diadili. Keadilan untuk korban adalah harapan mantan aktivis Partai Rakyat Demokratik (PRD) ini. Berikut petikan wawancara Indah Nurmasari dengan Mugiyanto di kantornya.

Bagaimana reformasi yang telah berlangsung sembilan tahun?
Saya melihat pengorbanan dan apa yang telah dilakukan berbagai elemen masyarakat yang tergabung dengan mahasiswa Mei 1998 tidak sia-sia. Saya orang yang cukup optimis, dan menurut saya meskipun sedikit, capaian dari bentuk-bentuk reformasi dapat memberikan kontribusi bagi pembangunan Indonesia yang demokratis. Contoh paling nyata menurut saya dari keberhasilan gerakan reformasi 1998 ini adalah adanya kebebasan berekspresi, kebebasan pers dan media, juga kebebasan masyarakat dalam berorganisasi. Meskipun masih banyak represi disana sini, seperti masih adanya mahasiswa yang ditangkap dan bahkan dipidanakan saat melakukan demonstrasi karena dianggap mencemarkan nama baik, menghina presiden. Tetapi saya tetap melihat bahwa terbukanya ruang demokrasi dimana masyarakat bisa relatif bebas bergerak dan berekspresi menurut saya menrupakan salah satu kemenangan rakyat yang paling nyata dari gerakan Mei 1998. Saya merasa ada banyak elemen yang mengajak kita untuk mundur dari langkah-langkah reformasi yaitu elemen-elemen konservatif di negara ini, seperti elemen Orde Baru, militer, dan orang-orang yang secara sosial ekonomi akan dirugikan dengan adanya gerakan reformasi ini.

Apa kelemahan dalam penegakan HAM di Indonesia?
Masalah utamanya adalah tidak bisa dipungkiri Soesilo Bambang Yudhoyono adalah bagian dari masalah pelanggaran HAM di masa lalu. Itu hal mendasar yang menjadikan SBY tidak bisa bergerak secara luas untuk betul-betul menjalankan amanat demokrasi ini. Karena, jika dia betul-batul mengagendakan ini dia akan berhadapan dengan dirinya sendiri, kawan-kawannya dan kesatuannya dan lembaganya dimasa lalu. Dan menurut saya, SBY tidak punya pilihan lain untuk melakukan tawar-menawar dengan masa lalunya sendiri. Jika tidak, dia tidak ada bedanya dengan orde baru meskipun secara de facto itu memang kenyataannya. Komitmen yang disampaikannya pada publik selama ini untuk menuntasan kasus-kasus pelanggaran HAM harus segera direalisasikan. Kelemahan mendasar SBY adalah tidak beraninya dia melakukan dan mengambil tindakan-tindakan tegas terhadap pelaku pelanggaran HAM di masa lalu. Dalam penanganan kasus ini, presiden SBY tidak bisa melakukan apa-apa. Kalau cuma niat baik menyelesaikan kasus ini, dalam setiap statemennya itu ada. Tapi menurut saya, SBY tidak punya niat tulus, karena niat yang tulus selalu disertai perbuatan.Langkah nyata ini yang nol besar dalam penuntasan kasus HAM selama pemerintahan SBY. Sebetulnya kasus-kasus HAM yang mentok di Komnas HAM dan kejaksaan menunggu dukungan politik dari SBY. Contoh paling nyata adalah kasus Munir. Sebetulnya dalam kasus ini presiden tinggal memberikan dukungan politiknya untuk meminta orang-orang yang ada di Badan Intelejen Negara untuk bersikap lebih kooperatif dalam kepentingan penyidikan. Dan hal itu tidak dilakukan oleh SBY.

Langkah-langkah apa yang harus dilakukan pemerintah untuk menuju negara yang lebih demokratis?
Penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM, yang tidak hanya terjadi pada masa reformasi itu tetapi juga kasus-kasus pelanggaran HAM di masa lalu. Itu adalah syarat utama untuk sebuah pemerintahan yang mengalami masa transisi dari rezim yang otoritarian menuju ke pemerintah yang demokratis. Langkah penting lainnya adalah, pemerintah harus mengikis meminimalisir elemen-elemen yang mengancam kehidupan berdemokrasi. Karena saat ini kecenderungan sektarianisme baik yang berbasis agama dan kesukuan marak terjadi dan merupakan ancaman yang serrius dalam berdemokrasi. Demokrasi mensyaratkan pruralisme dan toleransi.

Sampai kapan Anda akan berjuang menuntut keadilan bagi kawan-kawan yang diculik?
Sampai tuntutan saya dan kawan-kawan dipenuhi negara. Konsen utama saya, para korban pelanggaran HAM dipenuhi hak-haknya oleh negara, bukan hanya berhenti pada mengadili pelaku pelanggaran HAM. Saya bersama kawan-kawan akan terus mengingatkan negara dan masyarakat, karena kecenderungannya saat ini negara sedang mengajak kita semua untuk lupa.***

No comments: